Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Nilai Integritas dari Baharuddin Lopa

Dia adalah seseorang yang mampu menjadi pemimpin daerah pada umur 25 tahun tentu bukanlah orang biasa. Begitulah Baharuddin Lopa. Pria kelahiran Mandar, Sulawesi Selatan, 27 Agustus 1935 itu menjabat Bupati Majene saat baru berumur 25 tahun. Hebatnya, dia tak segan berkonfrontasi dengan Komandan Batalyon 710 yang melakukan penyelundupan.

Meski demikian, karier pria yang biasa disapa Barlop itu bukanlah sebagai birokrat, melainkan penegak hukum. Itu sesuai dengan pendidikan yang ditempuhnya. Selepas SMA, Barlop memilih masuk Fakultas Hukum Universitas Hasanudin. Ia mempertajam pendidikannya dengan mengikuti Kursus Reguler Lemhanas pada 1979 dan meraih gelar doktor di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro pada 1982.

Kariernya diawali sebagai jaksa di Kejaksaan Negeri Makassar pada 1958–1960. Usai menjabat Bupati Majene, ia menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Ternate pada 1964. Dua tahun kemudian, Barlop menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh hingga pindah ke Kalimantan Barat pada 1974. Berikutnya, ia menjabat Kepala Pusdiklat Kejaksaan Agung RI (1976–1982), dan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (1982–1986).

Sempat menjadi Duta Besar RI untuk Arab Saudi, Barlop akhirnya menjadi Jaksa Agung RI sekaligus Menteri Kehakiman dan Perundang-undangan pada 2001. Sayang, hanya sebentar ia bertugas. Pada 3 Juli 2001, saat melakukan perjalanan dinas ke Arab Saudi, ia mengembuskan napas terakhir karena serangan jantung dan kelelahan.

Semasa aktif, Barlop dikenal tegas dan berani melawan kejahatan kerah putih. Ia menyeret Tony Gozal alias Go Tiong Kien dengan tuduhan memanipulasi dana reboisasi Rp2 miliar. Barlop juga mengejar keterlibatan Arifin Panigoro, Akbar Tanjung, dan Nurdin Halid dalam kasus korupsi. Selain itu, ia pun berani mengusut kasus yang melibatkan mantan Presiden Soeharto.

1. Tak Mendamba Istana

Sangat berhati-hati dan cermat sudah menjadi kebiasaan Baharuddin Lopa. Bagi dia, tak ada urusan sepele. Tak terkecuali soal bensin di mobil yang dipakainya.

Suatu ketika, sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Lopa mengadakan kunjungan ke sebuah kabupaten di wilayah kerjanya. Dalam perjalanan pulang, Lopa tiba-tiba menyuruh ajudannya menghentikan mobil.

Lopa bertanya kepada sang ajudan, “Siapa yang mengisi bensin?” Si ajudan pun dengan jujur menjawab, “Pak Jaksa, Pak!” Mendengar itu, Lopa menyuruh ajudannya memutar mobil, kembali ke kantor sang jaksa yang mengisikan bensin ke mobil itu. Tiba di sana, Lopa meminta sang jaksa menyedot kembali bensin sesuai dengan jumlah yang diisikannya. “Saya punya uang jalan untuk beli bensin, dan itu harus saya pakai,” seloroh Lopa.

Kecurigaan Lopa berawal saat jarum penunjuk di meteran bahan bakar mendekati “F”. Padahal, seingat dia, saat tiba di tujuan, jarum penunjuk justru mendekati “E”. Dari situlah, ia mengetahui ada orang yang telah mengisikan bensin ke mobilnya.
 
Menurut kalian, dari 9 nilai-nilai integritas yang ada, nilai integritas yang mana yang tersirat dalam kisah di atas?
  1. Jujur 
  2. Peduli 
  3. Sederhana 
  4. Berani 
  5. Tanggung jawab 
  6. Adil 
  7. Mandiri 
  8. Kerja keras 
  9. Disiplin

2. Fasilitas Bukan Milik Pribadi

Segala sesuatu harus sesuai peruntukannya. Mobil dinas hanya untuk keperluan dinas, tak boleh untuk kepentingan pribadi. Bagi Baharuddin Lopa, itu prinsip yang sangat mendasar. Itu sebabnya, dia melarang istri dan ketujuh anaknya menggunakan mobil dinas untuk keperluan sehari-hari.

Suatu ketika, hal itu membuat seorang kerabatnya kecele. Ceritanya, pada 1983, Lopa diundang menjadi saksi pernikahan. Tuan rumah yang juga kerabatnya, Riri Amin Daud, dan pagar ayu telah menunggu kedatangannya. Mereka menanti mobil dinas berpelat DD-3 berhenti di depan pintu. Namun, lama ditunggu, mobil itu tak jua tiba. Ketika sedang resah menanti, tiba-tiba saja suara Lopa terdengar dari dalam rumah.

Rupanya, ia bersama sang istri datang ke sana dengan menumpang pete-pete, angkutan kota khas Makassar. “Ini hari Minggu. Ini juga bukan acara dinas. Jadi, saya tak boleh datang dengan mobil kantor,” terang Lopa.

Bukan hanya urusan mobil, soal telepon pun Lopa sangat ketat. Di rumahnya, telepon dinas selalu dikunci. Bahkan, semasa menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, dia sampai memasang telepon koin di rumah dinasnya agar pemakaiannya terpantau.

Menurut kalian, dari 9 nilai-nilai integritas yang ada, nilai integritas yang mana yang tersirat dalam kisah di atas?
  1. Jujur 
  2. Peduli 
  3. Sederhana 
  4. Berani 
  5. Tanggung jawab 
  6. Adil 
  7. Mandiri 
  8. Kerja keras 
  9. Disiplin

3. Bukan Tega kepada Sahabat

Sikap tegas yang diterapkan kepada diri sendiri dan keluarga secara otomatis terbawa pula dalam menjalankan tugas. Baharuddin Lopa dikenal sebagai sosok yang tak kenal kompromi. Siapa pun siap dihadapinya bila memang bermasalah.

Salah satu contoh ketegasan itu adalah saat Lopa mengusut kasus pengadaan fiktif Alquran senilai Rp2 juta yang melibatkan Kepala Kanwil Agama Sulawesi Selatan K.H. Badawi. Ia tak mau berkompromi meskipun Badawi adalah sahabatnya.

“Pak Lopa dengan Pak K.H. Badawi saat itu berteman akrab. Hampir setiap malam Jumat, saya disuruh menjemput Pak K.H. Badawi untuk baca doa selamat di rumah Pak Lopa,” terang Pariama, eks ajudan Lopa. Dalam kasus itu, Lopa tetap mengusut tuntas. Ia tak menggubris meskipun Badawi berkali-kali memohon agar kasusnya itu tidak diproses.

Menurut kalian, dari 9 nilai-nilai integritas yang ada, nilai integritas yang mana yang tersirat dalam kisah di atas?
  1. Jujur 
  2. Peduli 
  3. Sederhana 
  4. Berani 
  5. Tanggung jawab 
  6. Adil 
  7. Mandiri 
  8. Kerja keras 
  9. Disiplin

4. Hadiah Harusnya untuk Orang Susah

Saling memberi hadiah untuk menyenangkan hati memang tuntunan agama. Namun, dalam kapasitas sebagai pejabat negara, hadiah tak bisa diterima begitu saja karena biasanya ada udang di balik batu. Ada maksud tertentu di balik pemberian itu.

Baharuddin Lopa adalah sosok yang sangat alergi terhadap hadiah dalam bentuk apa pun, baik yang diberikan oleh pejabat bawahannya, pejabat dari instansi lain, maupun pengusaha. Ia selalu menolak dengan halus. Setiap menerima parsel pun, ia akan langsung mengembalikannya.

Pariama yang pernah menjadi ajudan Lopa tahu betul mengenai hal itu. “Ia selalu mengatakan kepada si pemberi hadiah bahwa dirinya tidak perlu diberi hadiah karena ia memiliki gaji. Yang perlu diberi hadiah adalah rakyat yang susah,” katanya.

Suatu ketika, Lopa mendapatkan hadiah Rp100.000 dari H. Edi Sabara yang kala itu menjabat Gubernur Sulawesi Tenggara. Pada 1970-an, nilai uang itu sangat besar. Namun, Lopa tak tergiur. Ia tak mengambil uang itu, tapi menyuruh ajudannya untuk menyerahkannya ke panti jompo di Lepo-Lepo, Kendari.

Menurut kalian, dari 9 nilai-nilai integritas yang ada, nilai integritas yang mana yang tersirat dalam kisah di atas?
  1. Jujur 
  2. Peduli 
  3. Sederhana 
  4. Berani 
  5. Tanggung jawab 
  6. Adil 
  7. Mandiri 
  8. Kerja keras 
  9. Disiplin
 
Sumber:
aclc.kpk.go.id
Orange Juice for Integrity

Posting Komentar untuk "Nilai Integritas dari Baharuddin Lopa"