Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Yogi dan Ridwan, Guru SM-3T yang ditempatkan di Pedalaman Asmat.

Yogi dan Ridwan (Guru SM-3T UPI Angkatan VI Tahun 2016) saat akan berangkat ke Sekolah.[Dokumentasi 6 Juni 2017]
Hallo semua, pada kali ini saya akan menceritakan sekilas mengenai saya dan teman saya Ridwan, Guru SM-3T yang sama-sama di tempatkan di SD Inpres Biopis, Distrik Fayit, Kab. Asmat. Pertama kami kami tahu bahwa kita berdua ditempatkan di Kab. Asmat yaitu ketika sedang menjalani Prakondisi SM-3T yang dilaksanakan di Dodik Bela Negara Cikole, Lembang, Kab. Bandung Barat. Hari terakhir saat Prakondisi di umumkan bahwa ada 52 Guru dan semuanya laki-laki yang ditempatkan di Kab. Asmat nama saya dan Ridwan adalah salah satu yang disebutkan.

Pada saat di pengumuman tersebut saya terus terang belum kenal dengan ke 52 guru laki-laki yang ditempatkan di Kab. Asmat tersebut, termasuk dengan Ridwan kami sama-sama tidak kenal. Perlu dikatahu saya dan Ridwan merupakan Guru SM-3T UPI Angkatan VI Tahun 2016 yang sama-sama bukan alumni UPI. Saya sendiri alumni Departemen PPKn Universitas Islam Nusantara Bandung, sementara Ridwan adalah Alumni Universitas Swadaya Gunung Djati Cirebon.

Universitas Pendidikan Indonesia merupakan salah satu Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Karena kami mengikuti seleksi sebagai Guru SM-3T di UPI, maka kami disini bukan mewakili almamater kami pada waktu kuliah S1 akan tetapi mewakili UPI, makanya disebut Guru SM-3T UPI Angkatan VI.

Saya mulai tahu Ridwan ini ketika di Bandara Sokarno-Hatta akan check in penerbangan menuju Bandara Kilangin International Airport, Timika. Perlu diketahu walupun saya sudah tahu Ridwan dalam hal ini pernah melihat mukanya, tahu orangya tapi belum kenal dan belum tahu juga namanya. Sampai tiba di Asmatpun kami belum saling mengenal, padahal kami di Agats Ibukota Kab. Asmat singgah cukup lama, sebelum nantinya ditempatkan di sekolah tempat kita mengabdikan diri masing-masing.

Pada tanggal 9 September 2016, kami ke 52 orang Guru SM-3T dikumpulkan di Gedung Wiyata Mandala, Dinas Pendidikan Kab. Asmat. Disinilah di umumkan penempatan sekolah masing-masing dari setiap Guru SM-3T. Ternyata berdasarkan pengumuman tersebut setiap 2 guru SM-3T ditempatkan di satu sekolah, jadi tidak ada Guru SM-3T yang ditempatkan sendirian di satu sekolah, semuanya berdua. Pada saat pengumuman inilah saya tahu bahwa saya ditempatkan bersama yang namanya Ridwan di SD Inpres Biopis. Sayapun terus mencari yang namanya Ridwan, akhirnya di Aula Gedung Wiyata Mandala inilah kita saling mengetahui dan berkenalan juga karena beradasarkan Surat Keputusan Bupati yang dibacakan oleh Kepala Sub. Bagian Umum, Dinas Pendidikan Kab. Asmat kita berdua ditemptakan di SD Inpres Biopis yang terletak di Kampung Biopis, Distrik Fayit, Kab. Asmat.

Setelah kita berkenalan dan mengetahui sekolah tempat penugasan kita yaitu SD Inpres Biopis kita rajin berkomunikasi untuk menyiapkan berbagai kebutuhan yang kita akan bawa kepenempatan, kita berdua sepakat untuk iuran dana yang akan dipakai untuk membeli beberapa barang. 2 hari sebelum kami berangkat kepenempatan, kita rajin kepasar untuk mencari dan membeli barang yang akan dibawa kepenempatan, kami berdua membeli beras, minyak tanah, minyak goreng, kerupuk, terasi, ember, gayung dan lain sebagainya. Barang yang akan kami bawa kepedalamanpun lumayan banyak, sebenarnya kami diberitahu bahwa sebelum kami sampai ke penempatan yaitu SD Inpres Biopis, kami akan melawati dulu Pusat Distrik Fayit, disana sebenarnya banyak yang berjualan barang yang kita butuhkan akan tetapi harganya lumayan berbeda dengan kita beli di Agats.

Tibalah bagian kami untuk diberangkatkan ke tempat tugas, perlu diketahui ada 6 orang guru SM-3T yang ditempatakan di 3 sekolah yang termasuk kedalam wilayah Distrik Fayit. Keenam orang tersebut adalah, saya dengan Ridwan di SD Inpres Biopis, Fadhil dengan Andi di SMPN 1 Fayit serta yang terakhir Egi dan Indra di SD Persiapan Negeri Bagair 1. Kamipun berenam diberangkatkan menggunakan 3 Speed Boat dan didampingi oleh 2 pengantar wakil dari Dinas Pendidikan Kab. Asmat yang akan menyerahkan kami secara resmi ke UPT Diskdik Distrik Fayit.

Perjalanan menuju Distrik Fayit hanya ditempuh dalam waktu 90 menit saja menggunakan Speed Boat, dengan keadaan cuaca yang cerah. Perlu diketahui yah kalau dari Agats Ibu Kota Asmat ke Distrk Fayit Jika menggunakan Perahu Fiber membutuhkan waktu tempuh normal sekitar 3 Jam cuacanya cerah. Jika cuaca buruk, kita membutuhkan waktu tempuh 8-10 Jam dengan jalur memutar melalui sungai. Setibanya di Distrik Fayit, kamipun dititipkan dan diserahkan oleh wakil dari Dinas Pendidikan ke Kak Rani, Kak Rani adalah salah satu Masyarakat di Kampung Basim Distrik Fayit, karena kepala UPT Disdik Distrik Fayit sedang berada di luar kota.

Saya dengan Ridwan singgah di Distrik Fayit sekitar 3 hari, padahal di hari kedua kami sudah didatangi kepala SD dan Guru SD Inpres Biopis serta beberapa masyarakat Kampung Bora untuk menjemput kami agar segara tiba Lokasi tempat kami nanti mengajar yaitu SD Inpres Biopis. Kami belum bisa naik dikarenakan menunggu kepala UPT Disidik Distrik Fayit, karena beliaulah yang memiliki tanggungjawab terhadap keberadaan kami di wilayah Distrik Fayit.

Kepala UPT Disdik Distrik Fayit bernama Agustinus. Setelah kami menunggu beliau sekitar 3 hari akhirnya beliau tiba di Distrik Fayit, tidak lama setelah kepulangan beliau kamipun dipanggil beliau untuk bertemu beliau di kantor UPT Disdik Distrik Fayit, kami mendapat informasi serta gambaran yang cukup spesifik mengenai keadaan pendidikan di wilayah Distrik Fayit.

Keesokan harinya kamipun kembali dijemput oleh Kepala SD Inpres Biopis berserta guru-guru SD Inpres Biopis meggunakan Fiber milik pemerintah Kampung Bora, dan kamipun bergegas mempersiapkan diri untuk sesegara mungkin ke tempat penugasan sekaligus tempat tinggal kami selama satu tahun. Kami hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit saja untuk tiba di lokasi penempatan kami, kami mendarat di dermaga kampung Bora karena dari dermaga itulah yang paling dekat dengan tempat tinggal kami selajutnya.

Banyak masyarakat dan anak-anak yang menjemput dan membawakan barang kami di Dermaga Kampung Bora, kehadiran kami disana sudah diketahui oleh sebagian besar masyarakat disana. Kamipun merasa terharu, kami diantar masyarakat dan anak-anak sampai Rumah Dinas Guru SD Inpres Biopis. Masyarakat dan anak-anak disana sangat menghormati guru, keberadaan guru disana sangat penting bagi mereka.

Kesan pertama ketika melihat tempat tinggal kami selama kami mengabdi di SD Inpres Biopis biasa-biasa saja, rumahnya menurut kami tidak jauh dengan yang ada di tempat tinggal kami sebelumnya, rumah tersebut bisa dibilangg rumah Panggung cuman sebagian besar rumah terbuat dari kayu, sementara rumah panggung ditempat tinggal kami yang sebelumnya, kebanyakan terbuat dari pohon bambu. Rumahnya Dinas Guru menurut kami masih layak untuk ditempati, kerusakan memang ada tapi untuk sekelas di pedalaman rumah ini masih sangat kokoh.

Kami menempati Rumah Dinas Guru tersebut bersama-sama, ada sekitar 6 orang yang tinggal Dirumah Dinas Guru ini, yaitu Pak Fransiskus Ande Dadi (Kepsek SD Inpres Biopis), Saya dengan Ridwan (Guru SM-3T), Pak Petrus Solarbesain yang sering dipanggil pak (Guru Honour SD Inpres Biopis) beserta Instrinya yaitu Ibu Vina serta yang terakhir adalah Yanuaris Teta adalah Peserta didik kelas VI yang hidup dan tinggal bersama kami di Rumah Dinas Guru. Banyak sekali pengalaman menarik dan hal-hal yang menurut kami tidak lazim yang kami dapatkan dan kami temukan ketika mengabdikan diri disana.

Seperti meraskan terkena penyakit Malaria sebanyak 6 kali, tapi perlu diketahui teman saya Ridwan tidak pernah terkena penyakit Malaria. Ridwan sediri tidak bisa minum obat yah teman, dia kalau minum obat selalu gagal termuntahkan terus entah, kenapa. Obatnya dimasukan kedalam makanapun saja sama saja akan termuntahkan kembali. Saya tidak tahu penyebabnya apa. Ridwan bisa makan obat dengan cara digerus, coba bayangkan saja kalau menurut saya lebih pahit dan tidak menggerus obat dibandingkan dengan kita minum obat. Makanya jika Ridwan terkena Malaria akan repot karena dia tidak bisa minum obat.

Hal unik yang kami temukan yaitu untuk disekolah ternyata banyak anak-anak yang tidak bisa membaca, menulis dan menghitung. Bahkan ada peserta didik yang betul-betul buta huruf dan buta angka. Anak-anak sebagian besar hadir kesekolah tidak memakai seragam, tidak memakai sepatu. Tingkat kehadiran peserta didikpun sangat rendah dari total 350 peserta didik berdasarkan data dapodik mungkin yang hadir tiap harinya hanya 70-100 orang peserta didik untuk seluruh kelas baik, kelas I, II, III, IV, V dan VI.

Para peserta didik tidak mempunyai alat tulis. Perlu diketahuI alat tulis yang mereka miliki semuanya merupakan alat tulis yang dibeli melalui dana Bos. Peserta didik tidak perlu membeli alat tulis semuanya sudah disediakan oleh kepala sekolah. Dari segia keadaan guru perlu diketahui ada total sepuluh guru di SD Inpres Biopis akan tetapi kehadiran guru tersebut ke sekolah sangat rendah. Terkadang ada 5 Guru, 6 guru, 7 guru pokonya kami para Guru SD Inpres Biopis tidak pernah sama sekali hadir semuanya dalam kegiatan sekolah, bahkan perlu diketahui kami sering datang kesekolah berdua saja. Kami harus mengurus 6 kelas berdua, kalian bisa membayangkan sediri 6 kelas dikelola 2 guru akan seperti apa jadinya kegiatan pembelajaran dikelas itu.

Keadaan ruang kelas menurut kami masih layak digunakan, hanya saja hampir seluruh flapon ruangan kelas sudah hancur, karena anak-anak yang sering naik kedalam atap kelas. Untuk meja dan bangku kelas menurut kami masih sangat lanyak digunakan.

Hal lain yang kami temukan terkait dengan kemasyarakatan sangat banyak sekali. Konflik antarwarga sering kami temukan, masih adanya beberapa warga yang bertelanjang dada dalam kehidupan sehari-harinya. Terus banyak sekali orang tua yang menikahi anak-anaknya sendiri, selian itu juga banyak kasus keluarnya sebagian besar peserta didik perempuan karena dipaksa menikah oleh orangtuanya.

Dari segi adat seluruh masyarakat terlihat kompak sekali dalam acara adat, seperti peserta ulat sagu, acara main adat, acara pukul tipa di rumah bujang dan lain sebagainya.

Demikian sedikit gambaran kami ketika dipenempatan tugas sebagai Guru SM-3T di SD Inpres Biopis, sebenarnya masih banyak yang ingin saya ceritakan terkait pengalaman kita berdua ketika menjadi Guru SM-3T di Pedalaman Asmat. Cerita yang lainnya akan dimuat di artikel yang selanjutnya, makanya terus kunjungi muhamadyogi.com yah.

Posting Komentar untuk "Yogi dan Ridwan, Guru SM-3T yang ditempatkan di Pedalaman Asmat."