Taksonomi SOLO: Pengertian, Struktur, dan Penerapan
1. Pengertian Taksonomi SOLO
Taksonomi SOLO (Structure of the Observed Learning Outcome) adalah kerangka atau model yang digunakan untuk mengukur kualitas hasil belajar siswa berdasarkan kompleksitas respons mereka terhadap suatu tugas atau pertanyaan.
Model ini dikembangkan oleh John Biggs dan Kevin Collis pada awal 1980-an sebagai alternatif taksonomi pendidikan seperti Taksonomi Bloom. SOLO membantu pendidik menilai seberapa dalam pemahaman siswa terhadap suatu materi, bukan hanya seberapa banyak informasi yang mereka hafal.
Berbeda dengan penilaian kuantitatif yang menghitung skor, SOLO fokus pada tingkat pemikiran dan hubungan antar konsep yang ditunjukkan siswa.
2. Tujuan dan Fungsi
Taksonomi SOLO memiliki beberapa tujuan utama:
-
Mengukur kedalaman pemahaman siswa, bukan hanya luasnya materi yang dikuasai.
-
Membantu guru merancang pembelajaran yang mengarah pada pemahaman yang lebih kompleks.
-
Memberikan umpan balik yang jelas kepada siswa tentang sejauh mana kemajuan mereka dalam berpikir.
-
Mendorong pembelajaran bertahap dari pemahaman sederhana ke kompleks.
3. Tingkatan dalam Taksonomi SOLO
SOLO memiliki lima tingkat perkembangan pemahaman, dari yang paling sederhana hingga paling kompleks:
a. Prestructural (Tidak Terstruktur)
-
Ciri: Jawaban siswa tidak relevan, tidak nyambung, atau tidak menunjukkan pemahaman.
-
Contoh: Ketika ditanya tentang “fotosintesis”, siswa menjawab “Itu tentang tumbuhan yang hidup di air”.
-
Makna: Siswa belum memahami inti konsep.
b. Unistructural (Satu Struktur)
-
Ciri: Siswa hanya menggunakan satu aspek dari informasi yang relevan.
-
Contoh: “Fotosintesis adalah proses tumbuhan membuat makanan.”
-
Makna: Pemahaman masih terbatas pada satu elemen tanpa melihat hubungan dengan hal lain.
c. Multistructural (Banyak Struktur)
-
Ciri: Siswa menyebutkan beberapa aspek atau fakta, tetapi belum menghubungkannya.
-
Contoh: “Fotosintesis terjadi di daun, menggunakan cahaya matahari, air, dan karbon dioksida.”
-
Makna: Pengetahuan bertambah, tetapi masih terpisah-pisah.
d. Relational (Terhubung)
-
Ciri: Siswa mulai menghubungkan berbagai aspek menjadi satu pemahaman yang utuh.
-
Contoh: “Fotosintesis terjadi di daun dengan bantuan cahaya matahari untuk mengubah air dan karbon dioksida menjadi glukosa dan oksigen, yang penting bagi kehidupan.”
-
Makna: Pemahaman konseptual sudah menyeluruh dan saling terhubung.
e. Extended Abstract (Abstrak Tingkat Lanjut)
-
Ciri: Siswa mampu menggeneralisasi konsep ke situasi baru atau membuat hipotesis.
-
Contoh: “Proses fotosintesis pada tumbuhan dapat dioptimalkan di rumah kaca dengan mengatur intensitas cahaya dan kadar CO₂, mirip seperti teknologi pertanian modern.”
-
Makna: Pemahaman sudah berada pada tingkat transfer pengetahuan.
4. Perbandingan dengan Taksonomi Bloom
Aspek | Taksonomi Bloom | Taksonomi SOLO |
---|---|---|
Fokus | Jenis proses berpikir (mengingat–mencipta) | Kedalaman dan kualitas pemahaman |
Tingkatan | 6 level (C1–C6) | 5 level (Prestructural–Extended Abstract) |
Aplikasi | Perencanaan tujuan pembelajaran | Penilaian hasil belajar |
5. Penerapan dalam Pendidikan
Taksonomi SOLO digunakan dalam:
-
Penilaian formatif dan sumatif – membantu guru memberi skor kualitas jawaban.
-
Perancangan soal – memastikan soal menuntut pemahaman mendalam, bukan hafalan.
-
Feedback siswa – memandu mereka bagaimana naik ke tingkat pemahaman berikutnya.
-
Pengembangan kurikulum – menyusun materi yang memfasilitasi perkembangan berpikir.
Contoh Penerapan dalam Soal Matematika (Konsep Luas Persegi):
-
Prestructural: Jawaban salah atau tidak relevan.
-
Unistructural: “Luas persegi = sisi × sisi.”
-
Multistructural: Menyebutkan rumus dan contoh angka, tapi tidak menjelaskan hubungan.
-
Relational: Mengaitkan konsep luas persegi dengan persegi panjang.
-
Extended Abstract: Mengembangkan konsep luas ke bentuk geometri lain.
6. Kelebihan Taksonomi SOLO
-
Memfokuskan pada kualitas pemahaman, bukan sekadar kuantitas.
-
Memberi kerangka jelas untuk menganalisis hasil belajar.
-
Fleksibel untuk berbagai mata pelajaran.
-
Mendorong siswa menuju pemahaman tingkat tinggi.
7. Keterbatasan Taksonomi SOLO
-
Membutuhkan guru yang terlatih dalam mengklasifikasikan jawaban.
-
Penilaian bisa subjektif jika tidak ada rubrik yang jelas.
-
Kurang dikenal dibandingkan Taksonomi Bloom sehingga penggunaannya masih terbatas.
8. Kesimpulan
Taksonomi SOLO adalah alat yang efektif untuk mengukur kualitas hasil belajar berdasarkan kedalaman pemahaman siswa. Dengan lima tingkatannya, model ini membantu guru mengidentifikasi posisi siswa dalam spektrum pembelajaran, memberi umpan balik yang bermakna, dan merancang strategi pembelajaran yang mendorong pemahaman yang lebih kompleks.
Jika digunakan bersama rubrik penilaian yang jelas, SOLO dapat menjadi jembatan penting antara pengajaran, penilaian, dan pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Posting Komentar untuk "Taksonomi SOLO: Pengertian, Struktur, dan Penerapan"