Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengalaman Mengajar di Sekolah Internasional

Hasil gambar untuk INTERNATIONAL SCHOOL
Gambar hanya Ilustrasi

Hallo, semua pada artikel ini saya akan ceritakan pengalaman pribadi saya yang pernah mengajar di salah satu sekolah Internasional di Jakarta.

Perlu di ketahui yah kawan-kawan semua bahwa sekarang Sekolah Internasional itu berubah status namanya menjadi Satuan Pendidikan Kerjasama atau disingkat SPK. Hal ini diatur oleh Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2014. SPK dari segi kurikulum setidaknya menurut peraturan ini wajib mengajarkan 3 mata pelajaran sesuai kurikulum nasional, mata pelajaran apa saja itu, yaitu Bahasa Indonesia, Agama dan PPKn. Beruntunglah bagi guru 3 mata pelajaran tersebut, dengan adanya aturan ini ketiga guru tersebut banyak di cari oleh Sekolah Internasional atau SPK.

Menjadi guru disekolah internasional untuk mengajarkan 3 mata pelajaran sebagaimana yang diatur di Permendikbud Nomor 31 tahun 2014 tidaklah mudah. Mungkin sebagian orang berpandangan bahwa wah keren lah ngajar di sekolah Internasional/SPK, pasti besar honournya. Memang betul sih menurut saya juga keren kalau jadi Guru di Sekolah Internasional dan betul juga gajihnya memang lumayan besar sekitar 2 sampai dengan 4 kali lipat gaji menjadi guru GTT Provinsi bahkan bisa lebih dari itu kalau kita sudah lama mengajar di SPK tersebut dan sudah menjadi guru GTY disekolah tersebut. Pokonya untuk Gaji tiap sekolah berbeda-beda standar Gajinya yang jelas lebih besar di Banding kita jadi Guru Honour di Sekolah Negeri atau Swasta Nasional.

Pengalaman yang saya alami adalah pertama ternyata ngajar di SPK itu sangat lelah, masuk 07.15 WIB pulang jam 16.00 WIB. Selain itu jika tidak fasih bahasa Inggris ini lumayan berpengaruh juga untuk kita berkomunikasi baik dengan peserta didik, guru dan seluruh warga sekolah. Perlu saya ceritakan di SPK tempat saya mengajar 70% gurunya berstatus WNA, kebanyakan berasal dari Filipina, China dan India. Untuk peserta didiknya sekitar 5 s.d 10% berstatus WNA, ini tentu saja kita kalau berkomunikasi harus menggunakan bahasa Inggris, karena WNA sebagian besar tidak bisa bahasa Indonesia.

Beban kerja tentunya banyak selain mengajar ada juga tugas diluar mengajar seperti Duty semacam piketlah dan juga menjaga perpus dan lainnya. Prinsif kerja disekolah internasional adalah kerja TIM guys. Jika ada guru yang tidak masuk terkadang gantian kita harus menginvalnya walaupun sebenarnya bukan menginval mengajar tapi cuman ngawasin anak-anak saja dikelas, mengerjakan tugas yang diberikan. Selain yang tadi saya telah bahasa perlu saya sampaikan juga yah kalau di SPK itu banyak meeting/Rapat mungkin sehari terkadang bisa 2 kali meeting. Saran saya jika ingin mengajar di SPK anda harus siap lelah karena beban kerjanya banyak.

Saya adalah Guru PPKn ketika mengajar di SPK tersebut saya diberi beban mengajar yang lumayan banyak, yaitu kelas IV berjumlah 3 rombel, kelas V berjumlah 3 rombel, kelas VI berjumlah 3 rombel dan terakhir kelas VII atau kelas 1 SMP Berjumlah 4 Rombel. Memang berat mengajarkan PPKn di sekolah SPK tempat saya mengajar ini, karena PPKn itu Asing bagi mereka, dan mereka baru mengenal PPKn tahun Tahun Pelajaran 2019-2020.

Metode saya dalam mengajar tidak terlalu menekankan untuk mengejar-mengajar materi sesuai kurikulum karena saya tahu materinya sangat banyak, tidak akan terkejar atau tersampaikan begitu juga dengan Bobot materinya dirasa menurut saya cukup sukar dan pastinya anak-anaknya sulit untuk menerima materi pelajaran PPKn.

Tujuan saya yang paling utama yaitu menumbuhkan dan menanam benih-benih Nasionalisme kepada seluruh peserta didik, karena sangat Ironis ketika saya pertama kali mengajar banyak sekali peserta didik yang minim pengetahuan tentang Indonesia dan minim berbahasa Indonesia. Saya selalu mengawali pembelajaran tentunya dengan Berdoa setelah itu berlanjut dengan menyanyikan lagu-lagu wajib nasional. Kebanyak peserta didik di SPK tempat saya mengajar hanya hapal dan tahu lagu Kebangsaan Indonesia saja, yaitu Indonesia Raya. Tentunya untuk meningkatakan Nasionalisme peserta didik di SPK menyayikan lagu wajib nasional menjadi salah satu hal yang sangat penting untuk terus dilakukan.

Banyak hal-hal lain yang saya temukan di SPK yang menurut saya agak Miris dan Ironis sebagai contoh nyata yang saya temukan adalah ada peserta didik yang statusnya WNI tapi tidak bahasa Indonesia, bayangkan saja sementara dia harus masuk kelas PPKn atau mata pelajaran PPKn karena dia WNI. Ada juga peserta didik berstatus WNA tapi dia bisa berbahasa Indonesia dengan baik tapi dia sangat disayangkan tidak mengikuti mata pelajaran PPKn karena statusnya WNA, untu peserta didik yang statusnya WNA ini disebutnya Functional Bahasa artinya tidak bisa Bahasa Indonesia sekalipun dia bisa Bahasa Indonesia tetap disebut Functional Bahasa karena statusnya kewarganegaraan yang WNA. Jadi PPKn itu wajib bagi bagi seluruh peserta didik yang statusnya WNI.

Untuk peserta didik yang statusnya WNA atau Functional Bahasa berdasarkan pengalaman saya sebagai guru PPKn, ketika masuk kelas kita akan menghadapi dua Kelompok peserta didik yaitu pertama, peserta didik yang statusnya WNI dan kedua peserta didik yang statusnya WNA. Ketika saya mengajar saya harus menyiapkan 2 materi dan dua lembar kerja peserta didik (worksheet). 1 Materi dan 1 Worksheet untuk mereka peserta didik yang berstatus WNI tentunya Materi dan Worksheetnya tentang PPKn dan 1 Materi dan 1 Worksheet untuk mereka peserta didik yang Functional Bahasa atau WNA. Mereka yang Functional Bahasa ketika kelas PPKn mempelajari mata pelajaran yang namanya Indonesia Studies.

Jadi bagi mereka peserta didik yang Functional bahasa tidak disuruh keluar kelas tetapi masuk kelas PPKn akan tetapi yang mereka pelajari adalah Indonesia Studies yaitu mata Pelajaran wajib yang harus diikuti WNA. Indonesia Studies ini pada intinya mata pelajaran yang membahasa tentang Ke-Indonesiaan atau Budaya Indonesia. Mengapa kelas PPKn dan Indonesia Studies tidak dipisah sekalian, perlu saya jelaskan yah karena Ruang kelasnya terbatas begitu juga Guru Indonesia Studiesnya belum ada jadi Mata Pelajaran Indonesia Studies ini diambil alih sementara oleh Guru PPKn. Guru PPKn lah yang harus mengajarkan mata pelajaran Indonesia Studies bagi murid-murid yang berstatus WNA.

Tapi perlu diketahui juga kawan-kawan walupun peserta didik yang berstatus WNA mempelajari Indonesia Studies tapi ada beberapa peserta didik WNA yang suka dengan mata Pelajaran PPKn. Karena PPKn dan Indonesia Studies digabung menjadi satu kegiatan pembelajaran tentunya peserta didik yang bersatus WNA/Functional Bahasa selalu melihat dan mendengarkan saya ketika saya menjelaskan materi PPKn, apalagi peserta didik yang bertatus WNA atau Functional Bahasa tapi bisa berbahasa Indonesia, kadangkala mereka ingin belajar PPKn juga di Banding belajar Indonesia Studies.

Demikian cerita pengalaman saya mengajar mata pelajaran PPKn di Sekolah Internasional atau SPK.

Semoga bermanfaat.

2 komentar untuk "Pengalaman Mengajar di Sekolah Internasional"

  1. haloo mas yogi, saya boleh minta kontak yg bisa dihubungi tidak? kebetulan saya tertarik untuk meneliti implementasi nilai ppkn di sekolah international.. jika berkenan saya ingin bertanya lebih lanjut dengan mas yogi, terimakasih🙏🏻

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah. Dapat pengalaman dari mas Yogi. Boleh minta kontwk mas? Atau Sosmed biar saya Tanya tanya

    BalasHapus